Selasa, 10 Juni 2025

Dari Coba-Coba Jadi Candu: Waspadai Penyalahgunaan NAPZA!

Dari Coba-Coba Jadi Candu: Waspadai Penyalahgunaan NAPZA!

Penulis: Ariadi dan Fajar, Editor: Emelia


"Ah, cuma sekali kok," atau "Biar gaul aja," mungkin terdengar seperti alasan sepele di awal. Namun, tahukah kamu bahwa gerbang menuju jurang penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (napza) seringkali terbuka lebar dari rasa penasaran dan keinginan untuk mencoba? Ironisnya, yang awalnya sekadar "coba-coba" bisa berujung pada kecanduan yang menghancurkan hidup.

Memahami Lebih Dalam: Apa Itu Napza?

Secara umum, Napza adalah istilah yang mencakup tiga kelompok zat yang memiliki pengaruh psikoaktif terhadap sistem saraf pusat jika dikonsumsi. Pengaruh psikoaktif ini dapat menyebabkan perubahan pada suasana hati, pikiran, perasaan, persepsi, dan perilaku penggunanya. Ketiga kelompok zat tersebut adalah:

 Narkotika: Golongan zat ini memiliki potensi tinggi menyebabkan ketergantungan dan diklasifikasikan berdasarkan potensi adiktifnya. Contoh narkotika alami adalah ganja dan kokain (berasal dari tanaman). Contoh narkotika sintetis dan semi-sintetis antara lain heroin, morfin, dan petidin. Penggunaan narkotika umumnya dilarang kecuali untuk tujuan pengobatan di bawah pengawasan dokter.

 Psikotropika: Golongan zat ini memengaruhi aktivitas mental dan perilaku melalui mekanisme kerjanya pada otak. Psikotropika diklasifikasikan berdasarkan potensi ketergantungan dan efek farmakologisnya. Contoh psikotropika antara lain amfetamin (shabu, ekstasi), benzodiazepine (diazepam, alprazolam), dan LSD. Beberapa jenis psikotropika digunakan dalam pengobatan gangguan mental, namun penggunaannya harus sesuai resep dokter.

 Zat Adiktif Lain: Kelompok ini mencakup zat-zat lain yang tidak termasuk narkotika atau psikotropika, namun dapat menyebabkan ketergantungan. Contoh zat adiktif lain yang sering disalahgunakan adalah alkohol, nikotin (pada rokok), kafein (dalam dosis tinggi), inhalansia (lem, thinner), dan zat adiktif lainnya.

Beragam Jenis, Beragam Bahaya

Setiap jenis Napza memiliki karakteristik dan efek yang berbeda-beda terhadap tubuh dan psikologis. Beberapa jenis Napza yang sering disalahgunakan di antaranya:

 Ganja (Marijuana): Dapat menyebabkan gangguan pada daya ingat, konsentrasi, persepsi waktu, dan koordinasi. Penggunaan jangka panjang dikaitkan dengan risiko gangguan pernapasan dan masalah kesehatan mental.

 Heroin: Merupakan opioid yang sangat adiktif. Penggunaan heroin dapat menyebabkan depresi pernapasan, overdosis yang fatal, dan berbagai komplikasi kesehatan terkait penggunaan jarum suntik.

 Sabu (Methamphetamine): Stimulan kuat yang dapat menyebabkan euforia, peningkatan energi, dan penurunan nafsu makan. Efek jangka panjang meliputi kerusakan otak, masalah jantung, dan gangguan psikotik.

 Ekstasi (MDMA): Psikotropika yang dapat menimbulkan perasaan euforia, peningkatan empati, dan distorsi persepsi. Penggunaan ekstasi berisiko menyebabkan dehidrasi, hipertermia, dan masalah jantung.

 Alkohol: Depresan sistem saraf pusat yang dapat menyebabkan gangguan koordinasi, penurunan kesadaran, dan kerusakan organ hati serta otak jika dikonsumsi berlebihan dan dalam jangka panjang.

 Nikotin: Zat adiktif dalam rokok yang sangat kuat. Merokok meningkatkan risiko berbagai penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan.

 Inhalansia: Uap dari zat kimia seperti lem atau thinner yang dihirup untuk mendapatkan efek memabukkan sesaat. Penggunaan inhalansia sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kerusakan otak permanen, gagal jantung, dan kematian mendadak.

Mengapa Seseorang Terjerumus dalam Penggunaan Napza?

Ada berbagai faktor kompleks yang dapat mendorong seseorang untuk mencoba dan akhirnya menggunakan Napza secara berulang. Beberapa penyebab umum meliputi:

 Rasa Ingin Tahu dan Coba-coba: Terutama pada remaja dan dewasa muda, rasa penasaran terhadap efek Napza dan keinginan untuk mencoba pengalaman baru dapat menjadi pemicu awal.

 Tekanan Teman Sebaya: Keinginan untuk diterima dalam kelompok pergaulan tertentu atau takut dianggap "tidak gaul" dapat mendorong seseorang untuk menggunakan Napza, meskipun mereka sebenarnya tidak ingin.

 Mengatasi Stres dan Masalah Emosional: Beberapa orang menggunakan Napza sebagai cara untuk melarikan diri dari masalah, mengatasi stres, kecemasan, depresi, atau trauma masa lalu. Mereka mencari "pelarian" sesaat dari realitas yang sulit.

 Pengaruh Lingkungan: Lingkungan keluarga atau komunitas yang permisif terhadap penggunaan Napza, atau bahkan adanya anggota keluarga yang menggunakan Napza, dapat meningkatkan risiko seseorang untuk ikut terlibat.

 Kurangnya Informasi dan Pendidikan: Pemahaman yang minim tentang bahaya Napza dan konsekuensi jangka panjangnya dapat membuat seseorang lebih rentan untuk mencoba.

 Masalah Kesehatan Mental yang Tidak Tertangani: Individu dengan gangguan kesehatan mental yang tidak diobati mungkin menggunakan Napza sebagai upaya "pengobatan sendiri" yang keliru.

 Faktor Genetik dan Biologis: Penelitian menunjukkan bahwa faktor genetik dapat memengaruhi kerentanan seseorang terhadap adiksi. Beberapa orang mungkin memiliki predisposisi biologis yang membuat mereka lebih mudah mengalami ketergantungan.

 Ketersediaan Napza: Semakin mudah Napza diakses, semakin besar pula risiko seseorang untuk mencoba dan menggunakannya.

 Promosi dan Iklan (terutama untuk zat adiktif legal seperti alkohol dan rokok): Meskipun ada batasan, promosi dan iklan dapat menormalisasi penggunaan zat adiktif dan mempengaruhi persepsi risiko.

Mengapa "Coba-coba" Sangat Berbahaya?

Napza memiliki efek psikoaktif yang kuat, memengaruhi sistem saraf pusat dan mengubah suasana hati, pikiran, perasaan, dan perilaku. Sekali zat ini masuk ke dalam tubuh, ia akan memicu pelepasan dopamin secara berlebihan di otak. Dopamin adalah neurotransmitter yang berperan dalam sensasi kesenangan dan penghargaan. Ledakan dopamin inilah yang menciptakan rasa euforia sesaat, yang kemudian otak akan "ingat" dan ingin mengulanginya lagi.

Inilah jebakan pertama. Otak dengan cepat beradaptasi dengan kehadiran napza. Efek yang sama tidak lagi bisa dirasakan dengan dosis yang sama. Akibatnya, pengguna cenderung meningkatkan dosis dan frekuensi penggunaan untuk mendapatkan sensasi yang serupa. Proses inilah yang menjadi awal mula ketergantungan atau kecanduan.

Lebih dari Sekadar Sensasi Sesaat

Kecanduan napza bukan hanya masalah fisik, tetapi juga psikologis dan sosial. Ketergantungan akan membuat seseorang:

      Kehilangan Kontrol: Keinginan untuk menggunakan napza menjadi tak tertahankan, mengalahkan segala logika dan pertimbangan.

        Mengalami Gejala Putus Zat (Sakaw): Ketika efek napza hilang, muncul gejala tidak menyenangkan seperti mual, muntah, nyeri otot, gelisah, hingga kejang. Hal ini memaksa pengguna untuk terus menggunakan napza demi menghindari sakaw.

        Mengabaikan Tanggung Jawab: Sekolah, pekerjaan, keluarga, dan pertemanan menjadi tidak penting lagi. Fokus hidup hanya tertuju pada bagaimana mendapatkan dan menggunakan napza.

       Melakukan Tindakan Kriminal: Demi mendapatkan uang untuk membeli napza, seseorang bisa nekat melakukan tindakan melanggar hukum seperti mencuri atau menipu.

    Mengalami Masalah Kesehatan Serius: Penggunaan napza dalam jangka panjang dapat merusak organ-organ vital seperti otak, hati, jantung, dan paru-paru. Risiko tertular penyakit menular seperti HIV dan hepatitis juga meningkat akibat penggunaan jarum suntik bergantian.

    Mengalami Gangguan Mental: Napza dapat memicu atau memperparah gangguan mental seperti depresi, kecemasan, psikosis, dan bahkan bunuh diri.

Waspadai Lingkungan dan Pergaulan

Tekanan teman sebaya, rasa ingin diterima dalam kelompok, dan kurangnya informasi yang benar seringkali menjadi pemicu utama coba-coba napza. Lingkungan yang permisif terhadap penggunaan narkoba juga menjadi faktor risiko yang besar.

Pencegahan Lebih Baik daripada Mengobati

Mencegah penyalahgunaan napza adalah tanggung jawab kita bersama. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:

     Edukasi Dini: Berikan informasi yang benar dan jelas tentang bahaya napza kepada anakanak dan remaja sejak dini.

     Komunikasi Terbuka: Ciptakan lingkungan keluarga dan pertemanan yang terbuka dan suportif, di mana seseorang merasa nyaman untuk berbicara tentang masalah dan tekanan yang dihadapi.

     Pendidikan Karakter: Tanamkan nilai-nilai positif, kemampuan mengambil keputusan yang tepat, dan kemampuan menolak pengaruh buruk.

     Aktivitas Positif: Arahkan energi dan minat pada kegiatan positif seperti olahraga, seni, atau kegiatan sosial.

  Peran Aktif Masyarakat: Laporkan jika mengetahui adanya aktivitas penyalahgunaan napza di lingkungan sekitar.

Jangan Ragu Meminta Bantuan

Jika kamu atau orang yang kamu kenal terjerat dalam penyalahgunaan napza, jangan ragu untuk mencari bantuan profesional. Ada banyak lembaga dan tenaga ahli yang siap membantu proses pemulihan. Mengakui masalah adalah langkah pertama menuju perubahan yang lebih baik.

"Coba-coba" memang terdengar tidak berbahaya, tetapi dampaknya bisa sangat fatal. Jauhi napza sebelum ia menjeratmu dalam kecanduan yang merenggut masa depan. Waspadalah!



Selasa, 20 Mei 2025

Cinta, Komitmen, dan Realita: Mengapa Menunda Pernikahan Bisa Lebih Baik?

 

Cinta, Komitmen, dan Realita: Mengapa Menunda Pernikahan Bisa Lebih Baik?

Penulis: Salsa dan Radiya, Editor: Emelia


Menikah adalah keputusan besar yang tak hanya soal cinta, tapi juga kesiapan fisik, mental, dan ekonomi. Di tengah tuntutan pendidikan dan karier, menunda pernikahan bukan berarti takut berkomitmen, melainkan bentuk komitmen yang lebih matang dan realistis

Mari Kita bahas beberapa poin penting terkait “Cinta, Komitmen, dan Realita: Mengapa Menunda Pernikahan Bisa Lebih Baik.

1. Menunda Pernikahan Demi Pendidikan adalah Mempersiapkan Masa Depan yang Lebih Baik

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang sangat penting untuk membangun kehidupan keluarga yang stabil. Melanjutkan pendidikan hingga tuntas memberi bekal ilmu dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan hidup dan rumah tangga. Menunda menikah demi menyelesaikan pendidikan bukan berarti menghindari tanggung jawab, tapi menunjukkan keseriusan mempersiapkan diri agar kelak bisa menjadi pasangan dan orang tua yang berkualitas.

Selain itu, usia ideal menikah menurut BKKBN adalah minimal 21 tahun bagi perempuan dan 25 tahun bagi laki-laki, karena pada usia tersebut seseorang dianggap sudah cukup matang secara fisik dan mental untuk menjalani pernikahan dan membangun keluarga yang harmonis. Menunda pernikahan hingga mencapai usia ideal ini membantu mengurangi risiko kesehatan reproduksi dan meningkatkan kesiapan mental.

2. Fokus pada Karier Untuk Membangun Kemandirian dan Stabilitas Finansial

Karier yang mapan adalah salah satu fondasi penting dalam membangun rumah tangga yang sehat dan bahagia. Menunda pernikahan memberi kesempatan untuk fokus mengembangkan karier, mencapai stabilitas finansial, dan membangun kemandirian. Pasangan yang sudah mandiri secara ekonomi biasanya lebih siap menghadapi tanggung jawab rumah tangga dan mampu memberikan dukungan yang lebih baik satu sama lain.

Kesiapan ekonomi ini sejalan dengan rekomendasi BKKBN yang menyarankan laki-laki menikah pada usia 25 tahun, saat diharapkan sudah memiliki pekerjaan dan penghasilan yang stabil untuk menafkahi keluarga. Dengan demikian, menunda pernikahan demi karier bukan berarti menghindari komitmen, melainkan mempersiapkan fondasi yang kuat untuk membangun keluarga.

3. Komitmen Lebih dari Sekadar Usia

Komitmen sejati dalam hubungan tidak diukur dari seberapa cepat seseorang menikah, melainkan dari keseriusan dan kesiapan menjalani kehidupan bersama. Menunda pernikahan demi pendidikan dan karier justru menunjukkan komitmen yang lebih dalam, karena pasangan berusaha memastikan kesiapan fisik, mental, dan finansial sebelum memulai babak baru dalam hidup.

Usia hanyalah angka; kesiapan mental dan emosional jauh lebih penting dalam menentukan keberhasilan pernikahan. Setiap individu memiliki tingkat kedewasaan yang berbedabeda, sehingga keputusan menunda menikah bisa menjadi bentuk penghormatan terhadap proses tumbuh kembang pribadi yang sehat.

Kesimpulan

Menunda pernikahan demi pendidikan dan karier adalah langkah bijak yang tidak menunjukkan ketakutan terhadap komitmen, melainkan komitmen yang lebih matang dan penuh perhitungan. Dengan memprioritaskan kesiapan fisik, mental, dan ekonomi, seseorang mempersiapkan diri untuk membangun keluarga yang lebih harmonis dan berkelanjutan. Jadi, menunda menikah bukanlah kelemahan, melainkan investasi penting untuk masa depan yang lebih baik bersama pasangan.

.

.

.

Referensi

Antara News – “Kapan waktu yang tepat untuk menikah?”

Bayali, C. (2013). Menunda pernikahan bagi wanita karir menurut hukum islam. Hukum Islam, 13(1), 84-96.

Raihana, S. N. (2024). Analisis sosiokultural penundaan pernikahan pada wanita karir: Studi kasus Kota Depok. Socius: Jurnal Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, 2(1), 17-29.

Kamis, 24 April 2025

Saat Hidup Terasa Berat, Daily Dose of Sunshine Mengajarkan Kita Bertahan

Oleh: Emelia, Divisi Eksternal Organisasi

Saat Hidup Terasa Berat, Daily Dose of Sunshine Mengajarkan Kita Bertahan



"Mungkin, yang kita butuhkan sekarang adalah keberanian untuk dibenci. Namun, karena kita ingin dicintai dan ingin diakui, kita mengiris jiwa kita dengan pisau agar indah di mata orang lain. Karena itulah, kita selalu merasa sakit dan tak bahagia." Daily Dose of Sunshine

Hai GenRengers!

Dalam kehidupan yang serba cepat dan penuh tekanan, kesehatan mental sering kali menjadi aspek yang terabaikan. Banyak orang masih menganggap bahwa kesehatan fisik lebih penting, padahal keduanya saling berkaitan. Bagaimana dengan kamu? Apakah kamu juga merasa sering mengabaikan kesehatan mental?

Drama Korea Daily Dose of Sunshine seakan hadir sebagai pengingat bahwa kesehatan mental adalah bagian yang tak terpisahkan dari kesejahteraan kita. Melalui kisah yang menyentuh dan realistis, drama ini mengajak kita untuk lebih peduli dengan kondisi mental diri sendiri dan orang-orang di sekitar kita.

Daily Dose of Sunshine: Sebuah Cerminan Realitas

Drama ini mengisahkan tentang Jung Da-eun, seorang perawat yang bekerja di bangsal psikiatri. Melalui sudut pandangnya, kita diajak untuk melihat kehidupan pasien dengan gangguan mental serta perjuangan mereka dalam mendapatkan pemulihan. Drama ini tidak hanya menggambarkan kisah emosional, tetapi juga memberikan wawasan mengenai bagaimana kesehatan mental seharusnya dirawat dan diperhatikan.

Dalam drama ini, berbagai kasus kesehatan mental ditampilkan dengan cara yang penuh empati dan realisme. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Gangguan Kecemasan – Salah satu pasien yang dirawat Jung Da-eun mengalami gangguan kecemasan berat yang membuatnya sulit menjalani kehidupan sehari-hari. Drama ini menunjukkan bagaimana pendekatan terapi dan dukungan sosial dapat membantu pasien ini perlahan membaik.

  2. Depresi Klinis – Ada juga karakter yang mengalami depresi klinis yang membuatnya kehilangan minat dalam hidup. Drama ini menggambarkan bagaimana perasaan kosong dan putus asa bisa mempengaruhi kehidupan seseorang dan pentingnya perawatan yang tepat.

  3. Gangguan Bipolar – Salah satu pasien di bangsal psikiatri mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem antara mania dan depresi. Drama ini menampilkan bagaimana kondisi ini tidak hanya mempengaruhi individu, tetapi juga keluarga dan lingkungan sekitarnya.

  4. Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD) – Dalam drama ini, diceritakan seorang pasien yang mengalami PTSD akibat pengalaman traumatis di masa lalu. Perjuangannya untuk menghadapi ketakutan dan bayangan masa lalu menjadi salah satu aspek yang menyentuh dalam cerita ini.

Dengan menampilkan berbagai kasus ini, Daily Dose of Sunshine berhasil memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang kompleksitas kesehatan mental serta perlunya dukungan bagi para penderita.

Mengapa Kesehatan Mental Penting?

Menurut penelitian dari World Health Organization (WHO), kesehatan mental yang baik berkontribusi pada kesejahteraan hidup secara keseluruhan dan dapat meningkatkan produktivitas seseorang. Berikut beberapa alasan mengapa kesehatan mental sangat penting:

  1. Mempengaruhi Kesejahteraan Hidup Kesehatan mental yang baik memungkinkan kita untuk menjalani hidup dengan lebih bahagia dan produktif. Saat kita merasa stabil secara emosional, kita lebih mampu menghadapi tantangan dan tekanan hidup.

  2. Menjaga Hubungan Sosial Orang dengan kesehatan mental yang baik cenderung memiliki hubungan sosial yang lebih sehat. Mereka lebih mudah berkomunikasi, membangun hubungan, dan memahami perasaan orang lain.

  3. Mencegah Penyakit Fisik Menurut Harvard Health Publishing, stres yang berlebihan dan gangguan mental dapat berkontribusi terhadap berbagai penyakit fisik, seperti tekanan darah tinggi, gangguan pencernaan, dan penyakit jantung. Dengan menjaga kesehatan mental, kita juga menjaga kesehatan fisik kita.

Pelajaran dari Daily Dose of Sunshine

  1. Jangan Takut untuk Mencari Bantuan Drama ini mengajarkan bahwa mencari bantuan profesional bukanlah tanda kelemahan. Justru, itu adalah langkah berani dalam merawat diri sendiri. Menurut American Psychological Association (APA), terapi psikologis terbukti efektif dalam membantu individu mengelola stres dan gangguan mental.

  2. Empati adalah Kunci Melalui karakter Jung Da-eun, kita belajar bahwa empati dapat membantu seseorang merasa lebih didukung dan diterima. Bahkan, dukungan kecil dari orang terdekat bisa sangat berarti bagi mereka yang berjuang dengan kesehatan mentalnya. Kira-kira, bagaimana cara sederhana yang bisa kamu lakukan untuk mendukung teman atau keluarga yang sedang mengalami masa sulit?

  3. Menormalisasi Pembicaraan tentang Kesehatan Mental Drama ini berperan dalam mengedukasi masyarakat agar tidak lagi menganggap gangguan mental sebagai sesuatu yang tabu. Dengan semakin banyaknya diskusi terbuka mengenai kesehatan mental, stigma dapat berkurang, dan lebih banyak orang bisa mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan. Yuk, mulai dari diri sendiri dengan lebih terbuka membicarakan kesehatan mental!

  4. Berdamai dengan Keadaan Tidak semua hal bisa kita kendalikan, dan menerima kenyataan adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan mental. Berdamai dengan keadaan membantu kita mengurangi stres dan fokus pada hal-hal yang masih bisa kita upayakan.

  5. Meminta Tolong Tidak ada salahnya meminta bantuan ketika merasa kewalahan. Dukungan dari teman, keluarga, atau profesional sangat penting untuk menjaga keseimbangan emosional.

  6. Luangkan Waktu untuk Bersedih Merasa sedih adalah hal yang wajar, dan kita tidak harus selalu terlihat kuat. Memberi diri sendiri izin untuk bersedih dapat membantu proses pemulihan emosi.

  7. Mengapresiasi Pencapaian Kecil Terkadang kita terlalu fokus pada tujuan besar dan melupakan langkah-langkah kecil yang telah kita capai. Menghargai pencapaian sekecil apa pun dapat meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi.

  8. Berani Berkata Tidak Terlalu banyak tuntutan dari lingkungan dapat menyebabkan stres berlebih. Berani berkata tidak pada hal-hal yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kenyamanan kita adalah bagian dari menjaga kesehatan mental.

  9. Ketahui Kapasitas Diri Mengenali batasan diri membantu kita menghindari kelelahan emosional dan fisik. Dengan mengetahui kapasitas kita, kita dapat mengelola energi dengan lebih baik dan tetap menjaga keseimbangan hidup.

"Karna kita semua berada di ambang batas antara normal dan tidak normal" - Daily Dose of Sunshine
.
.
.
.
.
.
.
.


Referensi:
  • American Psychological Association (APA). (2022). Mental Health Benefits of Therapy. Retrieved from https://www.apa.org
  • Harvard Health Publishing. (2021). The impact of stress on your body. Retrieved from https://www.health.harvard.edu
  • World Health Organization (WHO). (2022). Mental health: Strengthening our response. Retrieved from https://www.who.int

Senin, 03 Maret 2025

Ternyata Ada Etika dalam Mendengarkan Curhat Teman, Loh!

Oleh: Emelia, Divisi Eksternal Organisasi

Ternyata Ada Etika dalam Mendengarkan Curhat Teman, Loh!

Hai GenRengers!

Pernah nggak sih, teman kamu datang dengan wajah muram dan mulai curhat panjang lebar? Atau mungkin kamu pernah mengalami momen di mana kamu ingin didengar, tapi justru merasa nggak didengarkan dengan baik? Nah, ternyata ada etika dalam mendengarkan curhat teman, loh! Yuk, kita bahas bareng-bareng!

1.      Beri Perhatian Penuh

Ketika seseorang berbagi cerita, itu tandanya mereka ingin didengar dan dimengerti. Jadi, coba deh untuk fokus dan tidak sibuk dengan hal lain, seperti bermain HP atau melamun. Menurut penelitian dari Harvard Business Review, mendengarkan aktif dapat meningkatkan kualitas hubungan interpersonal dan membangun rasa percaya antara kedua belah pihak.

2.      Jangan Langsung Menghakimi

Ketika teman bercerita, mereka butuh ruang aman untuk mengekspresikan perasaan mereka. Coba tahan diri untuk tidak langsung mengomentari atau menghakimi situasi mereka. Sebagai gantinya, gunakan kalimat seperti, "Aku mengerti perasaanmu, pasti itu berat ya." Dengan begitu, temanmu akan merasa lebih nyaman.

3.      Jangan Langsung Memberikan Solusi

Terkadang, kita refleks ingin memberikan solusi begitu mendengar masalah orang lain. Padahal, nggak semua orang yang curhat itu butuh solusi, loh! Banyak dari mereka hanya ingin didengar dan dipahami. Sebelum menawarkan saran, tanyakan dulu, "Kamu butuh saran atau cuma ingin didengar?" Dengan begitu, kamu bisa lebih tepat dalam merespons.

4.      Jaga Kerahasiaan

Ini penting banget! Jika seseorang curhat ke kamu, artinya mereka mempercayaimu. Jangan sampai curhatan itu malah jadi bahan gosip atau diceritakan ke orang lain tanpa izin. Menurut psikolog klinis, Dr. Andrea Bonior, menjaga kepercayaan dalam hubungan pertemanan adalah kunci utama untuk membangun ikatan yang kuat.

5.      Beri Respons yang Empatik

Cobalah untuk menunjukkan empati dengan menggunakan ekspresi wajah dan bahasa tubuh yang mendukung. Anggukan kepala, kontak mata, atau sekadar mengatakan, "Aku ngerti, pasti itu nggak mudah buat kamu," bisa membuat temanmu merasa lebih didukung.

6.      Jangan Bandingkan dengan Pengalaman Pribadi

Sering kali, kita tanpa sadar membandingkan pengalaman teman dengan pengalaman pribadi kita. Misalnya, teman curhat soal masalah di tempat kerja, lalu kita langsung membalas dengan, "Aku dulu juga gitu, malah lebih parah lagi..." Ini bisa membuat mereka merasa tidak valid atau bahkan kurang diperhatikan.

7.      Tahu Batasan Diri

Mendengarkan curhat teman memang baik, tapi jangan sampai kamu terbebani secara emosional. Jika cerita teman mulai terlalu berat atau kamu merasa kewalahan, kamu boleh kok jujur dan menyarankan mereka untuk mencari bantuan profesional, seperti psikolog atau konselor.

Kesimpulannya, mendengarkan curhat bukan sekadar soal hadir secara fisik, tapi juga secara emosional. Dengan menerapkan etika-etika di atas, kamu bisa menjadi pendengar yang lebih baik dan membantu temanmu merasa lebih didukung. Ingat, mendengarkan dengan empati bisa membuat dunia pertemanan jadi lebih sehat dan harmonis!

Kalau kamu punya pengalaman atau tips lain dalam mendengarkan curhat, yuk, share di kolom komentar! 😊

Jumat, 07 Februari 2025

25-21: Usia Ideal Menikah Menurut BKKBN, Tapi Mengapa Yi-jin dan Hee-do Berpisah?

Oleh: Emelia, Divisi Eksternal Organisasi

25-21: Usia Ideal Menikah Menurut BKKBN, Tapi Mengapa Yi-jin dan Hee-do Berpisah?


"Menikah adalah keputusan besar dalam kehidupan seseorang"

Hai GenRangers! Siapa nih yang suka mengisi waktu luangnya dengan nonton K-Drama? Kalian pernah nonton drama Korea Twenty-Five Twenty-One belum?

Tau gak sih kalian, kalau BKKBN merekomendasikan usia ideal menikah bagi perempuan adalah 21 tahun, sedangkan bagi laki-laki 25 tahun. Rekomendasi ini bukan sekadar angka, tetapi didasarkan pada berbagai pertimbangan seperti kesiapan fisik, mental, ekonomi, dan sosial untuk membangun keluarga yang harmonis.

Jika usia ideal menikah dianggap sebagai waktu yang tepat untuk menjalani hubungan serius, mengapa Na Hee-do dan Baek Yi-jin dalam drama Korea Twenty-Five Twenty-One tetap berpisah meskipun mereka berada dalam rentang usia ini? Bukankah mereka saling mencintai dan telah melewati berbagai tantangan bersama?

Mari kita bahas lebih dalam bagaimana usia 25 dan 21 dianggap sebagai waktu terbaik untuk menikah, serta mengapa, meskipun sudah berada dalam fase usia ini, hubungan Hee-do dan Yi-jin tidak bisa bertahan.

Mengapa BKKBN Menentukan Usia Ideal Menikah 25-21?

1. Kesiapan Fisik dan Kesehatan Reproduksi

Di usia 21 tahun, organ reproduksi perempuan telah berkembang secara optimal, sehingga kehamilan dan persalinan lebih aman dibandingkan jika terjadi pada usia terlalu muda. Menikah dan hamil di bawah usia 20 tahun dapat meningkatkan risiko kesehatan seperti keguguran, kelahiran prematur, dan bayi lahir dengan berat badan rendah. Selain itu, anak-anak yang lahir dari ibu yang terlalu muda lebih rentan mengalami stunting akibat kurangnya kesiapan gizi dan pengasuhan.

Drama Twenty-Five Twenty-One tidak menyoroti aspek ini secara langsung, tetapi Hee-do yang masih sangat aktif sebagai atlet anggar mungkin akan mengalami dilema besar jika ia harus mengorbankan kariernya demi pernikahan dan keluarga di usia yang terlalu dini. Ia masih memiliki impian besar, yang mungkin belum selaras dengan tuntutan kehidupan rumah tangga.

"Usia 21 dianggap ideal karena perempuan sudah cukup matang secara fisik untuk menjalani kehamilan dengan risiko lebih rendah."

2. Kematangan Emosional dan Mental

Di usia 21 dan 25 tahun, seseorang diharapkan sudah memiliki tingkat kematangan emosional yang lebih baik dibandingkan usia remaja. Mereka lebih mampu mengelola stres, berkomunikasi dengan pasangan, dan menghadapi konflik dengan cara yang dewasa.

Namun, Twenty-Five Twenty-One menunjukkan bahwa kematangan emosional bukan hanya soal usia, tetapi juga pengalaman hidup yang telah dijalani. Yi-jin harus berjuang keras dalam kariernya sebagai jurnalis, menghadapi tekanan pekerjaan yang luar biasa. Sementara itu, Hee-do masih mengejar impian besar dalam dunia olahraga.

Meski mereka telah berusia 25 dan 21 tahun, mereka belum mencapai kestabilan mental untuk menghadapi tantangan hubungan jangka panjang. Keduanya masih memiliki ambisi masing-masing yang membuat hubungan mereka sulit untuk dipertahankan.

"Pernikahan membutuhkan komunikasi dan toleransi yang tinggi. Jika pasangan belum matang secara emosional, konflik kecil dapat berkembang menjadi masalah besar."

3. Kesiapan Ekonomi dan Karier

BKKBN menyarankan agar laki-laki menikah pada usia 25 tahun karena diharapkan sudah memiliki stabilitas ekonomi dan karier yang cukup untuk membangun rumah tangga. Dalam kehidupan nyata, kestabilan finansial sangat penting untuk memastikan kesejahteraan keluarga, menghindari tekanan ekonomi, dan mendukung tumbuh kembang anak secara optimal.

Hal ini sangat relevan dengan kondisi Yi-jin dalam Twenty-Five Twenty-One. Sebagai seorang jurnalis muda, ia masih menghadapi berbagai tantangan dalam kariernya, seperti ketidakstabilan pekerjaan dan tekanan dari pekerjaannya yang menuntut waktu dan tenaga besar. Dalam salah satu adegan, kita melihat bagaimana kesibukan dan beban karier membuatnya semakin jauh dari Hee-do, hingga akhirnya mereka memilih berpisah.

Pernikahan membutuhkan lebih dari sekadar cinta—stabilitas ekonomi dan waktu untuk bersama juga sangat penting. Sayangnya, hubungan Yi-jin dan Hee-do tidak bisa bertahan karena mereka belum siap dalam aspek ini.

"Usia 25 tahun untuk laki-laki diharapkan sudah memiliki pekerjaan yang mapan untuk menafkahi keluarga."

Mengapa Yi-jin dan Hee-do Tetap Berpisah?

Meski berada di usia ideal menikah menurut BKKBN, Yi-jin dan Hee-do memilih untuk berpisah. Hal ini mengajarkan kita bahwa usia saja tidak cukup untuk menjamin keberhasilan sebuah hubungan. Ada faktor lain yang lebih kompleks, seperti:

- Impian dan Karier yang Masih Diprioritaskan, Hee-do masih mengejar mimpinya sebagai atlet anggar, dan Yi-jin masih berjuang membangun kariernya sebagai jurnalis.

- Kurangnya Waktu untuk Saling Mendukung, Yi-jin sering sibuk dengan pekerjaannya hingga sulit memberikan perhatian pada hubungan mereka.

- Tantangan Hidup yang Terlalu Besar, Mereka menghadapi tekanan karier dan kehidupan yang akhirnya membuat mereka semakin jauh secara emosional.

Drama ini menggambarkan dengan realistis bahwa meskipun cinta ada, kadang cinta tidak cukup untuk mempertahankan hubungan jika keadaan tidak memungkinkan. Sama seperti dalam kehidupan nyata, banyak pasangan yang memilih untuk berpisah bukan karena mereka tidak saling mencintai, tetapi karena impian dan prioritas mereka masih berbeda.

"Kadang, cinta pertama bukan untuk dimiliki selamanya, tetapi untuk dikenang sebagai bagian dari perjalanan hidup kita." - Twenty-Five Twenty-One

Kesimpulan: Usia Ideal Tidak Menjamin Kebahagiaan dalam Pernikahan

BKKBN memberikan rekomendasi usia menikah berdasarkan kesiapan fisik, mental, dan ekonomi. Namun, drama Twenty-Five Twenty-One mengajarkan bahwa usia bukanlah satu-satunya faktor penentu keberhasilan sebuah hubungan.

Yi-jin dan Hee-do berada dalam usia yang tepat untuk menikah, tetapi impian, tekanan hidup, dan ketidaksiapan mereka membuat hubungan tersebut tidak bisa bertahan.

Jadi, jika kamu berpikir untuk menikah, ingatlah bahwa lebih dari sekadar usia, kesiapan mental, emosional, dan kestabilan hidup adalah faktor utama dalam membangun pernikahan yang bahagia dan langgeng. Karena seperti yang diajarkan oleh Twenty-Five Twenty-One, cinta saja tidak selalu cukup untuk bertahan.

.

.

.

.

.

.

Referensi:

• Antara News – "BKKBN: Umur Ideal Menikah Lelaki 25 Tahun dan Perempuan 21 Tahun"

• Detik News – "Cegah Pernikahan Dini, Ini Alasan Menikah di Usia 21 Tahun Lebih Baik"

• KapanLagi Korea – "Bukan Cuma Kisah Hee-do dan Yi-jin, Ini 5 Hal yang Mencuri Perhatian di Twenty-Five Twenty-One"

• CNN Indonesia – "Alasan Cinta Pertama Seperti Baek Yi-jin dan Na Hee-do Sulit Dilupakan"

Jumat, 31 Januari 2025

KAMU BISA MEMBANTU PERANGI HIV/AIDS DI KALIMANTAN SELATAN! YUK, CARI TAHU CARANYA!

Oleh: Emelia, Divisi Eksternal Organisasi


Kamu Bisa Membantu Perangi HIV/AIDS di Kalimantan Selatan! Yuk, Cari Tahu Caranya!

Hai, GenRangers! 

       Bayangkan ini, di tengah gemerlap kota Banjarmasin, di balik hiruk-pikuk pasar terapung, atau di pelosok desa yang tenang di Kalimantan Selatan, ada sebuah perjuangan yang sering kali tak terlihat. Perjuangan melawan HIV/AIDS. Meskipun penyakit ini mungkin terasa jauh dari keseharian kita, faktanya, HIV/AIDS masih menjadi ancaman serius bagi masyarakat Kalimantan Selatan. 

   Berdasarkan data terbaru dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan dan Kementerian Kesehatan RI, kasus HIV/AIDS di wilayah kita menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Meskipun persentase kasusnya mungkin lebih rendah dibandingkan provinsi lain, jumlah penderitanya terus meningkat setiap tahunnya. Misalnya, pada tahun 2022, dilaporkan bahwa persentase kasus HIV/AIDS di Kalimantan Selatan mencapai sekitar 0,1% dari total populasi. Angka ini mungkin terlihat kecil, tetapi di baliknya ada ratusan bahkan ribuan nyawa yang terdampak. Beradasarkan dari data penemuan Dinas Kesehatan Provinsi Kaimantan Selatan, kasus HIV/AIDS di Kalimantan selatan sendiri terhitung dari Januari-Oktober 2024 estimasi kasus yang ada di Kalimantan selatan mencapai angka 904, di mana Banjarmasin menduduki peringkat pertama dengan 221 kasus yang sudah ditemukan.

    Nah, kabar baiknya adalah kamu bisa ikut berperan aktif dalam memerangi HIV/AIDS di Kalimantan Selatan! Yuk, simak caranya dan mari kita mulai dari hal-hal kecil yang bisa kita lakukan bersama! 

 1. Edukasi Diri dan Orang Lain Tentang HIV/AIDS 

     Pernah dengar mitos-mitos tentang HIV/AIDS? Misalnya, HIV bisa menular lewat gigitan nyamuk atau berpelukan? Yuk, kita luruskan! 

    HIV adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh, sementara AIDS adalah stadium akhir dari infeksi HIV. HIV ini tidak menular melalui kontak sehari-hari seperti berjabat tangan, berpelukan, atau berbagi makanan. Penularan terjadi melalui hubungan seks tidak aman, penggunaan jarum suntik tidak steril, dan transfusi darah yang tidak terjamin keamanannya. Sekarang, tanyakan pada diri sendiri, "Sudahkah aku benar-benar paham tentang HIV/AIDS?" 

 2. Dukung Program Pencegahan dan Pengobatan 

   Tahukah kamu, di Kalimantan Selatan ada banyak layanan kesehatan yang menyediakan tes HIV gratis? Kamu bisa membantu dengan mengajak teman, keluarga, atau pasangan untuk melakukan tes HIV secara rutin. Kamu dapat menyebarkan informasi tentang layanan tes HIV di puskesmas atau rumah sakit terdekat, kamu juga bisa mendukung program pencegahan seperti distribusi kondom dan jarum suntik steril. Cari tahu di mana lokasi tes HIV terdekat di kotamu dan ajakin satu orang terdekatmu untuk ikut tes HIV. Siapa tahu, kamu bisa menyelamatkan hidupnya! 

 3. Lawan Stigma dan Diskriminasi 

     Stigma dan diskriminasi terhadap ODHA (Orang dengan HIV/AIDS) masih menjadi masalah besar di Kalimantan Selatan. Banyak penderita yang enggan mencari pengobatan karena takut dikucilkan. Kamu bisa membantu mengubah ini dengan menunjukkan sikap empati dan dukungan kepada ODHA. Ingat, mereka adalah bagian dari masyarakat yang membutuhkan dukungan, bukan penghakiman. Menyebarkan pesan bahwa ODHA bisa hidup produktif dan berkualitas asalkan mendapatkan pengobatan yang tepat, jika kamu punya teman atau kenalan yang hidup dengan HIV/AIDS, tanyakan kabarnya dan tawarkan dukungan. 

 4. Jadi Relawan atau Donatur 

    Banyak LSM dan organisasi kesehatan yang aktif bekerja di Kalimantan Selatan untuk memerangi HIV/AIDS. Kamu bisa bergabung sebagai relawan atau memberikan donasi untuk mendukung kegiatan mereka. Beberapa kegiatan yang bisa kamu ikuti antara lain sosialisasi dan kampanye pencegahan HIV/AIDS di sekolah, kampus, atau komunitas maupun pendampingan bagi ODHA untuk memastikan mereka mendapatkan pengobatan dan dukungan psikologis. 

 5. Jadilah Contoh yang Baik 

    Perubahan besar selalu dimulai dari diri sendiri. Kamu bisa menjadi contoh dengan menerapkan perilaku hidup sehat dan bertanggung jawab, seperti setia pada satu pasangan dan menghindari penggunaan narkoba. Mengedukasi teman, keluarga, dan orang terdekat tentang pentingnya pencegahan HIV/AIDS. Jadi, mulai dari sekarang, terapkan pola hidup sehat dan ajak orang terdekatmu untuk melakukan hal yang sama. 

Mari Bersatu Melawan HIV/AIDS! 

    HIV/AIDS bukanlah masalah yang bisa diselesaikan oleh pemerintah atau tenaga kesehatan saja. Dibutuhkan partisipasi aktif dari seluruh masyarakat, termasuk kamu, untuk memerangi penyakit ini. Dengan edukasi, dukungan, dan aksi nyata, kita bisa menekan angka kasus HIV/AIDS di Kalimantan Selatan dan menciptakan lingkungan yang lebih sehat bagi semua. 

"Kekuatan mu menginspirasi banyak orang. Teruslah berjuang, karena setiap napasmu adalah bukti bahwa harapan selalu ada. Jangan biarkan stigma mengalahkanmu, kamu layak dicintai, dihargai, dan dihormati seperti orang lain."

.

.

.

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, mulai dari sekarang! 

- Share artikel ini ke media sosialmu. 

- Tandai teman-temanmu dan ajak mereka untuk ikut beraksi! 

- Tulis di kolom komentar: "Aku siap membantu perangi HIV/AIDS di Kalimantan Selatan!" 

Bersama-sama, kita bisa membuat perubahan! 💪 

 

Sumber Data: 

- Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan 

- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) 

- Laporan Indonesia AIDS Coalition 


Instagram @pikmabrmulm

 

Minggu, 24 Maret 2024

MEMAAFKAN, PERMINTAAN MAAF, DAN CARA MELEPASKAN EMOSI NEGATIF

 

Oleh: Hening Putri Maharani

 SumberKrakenimages.com

        Hai, GenRengers! Selamat datang lagi di blog PIK-Ma "BRM" ULM yang selalu dipenuhi dengan semangat yang membara! Hari ini, kita akan memasuki insight baru yang tak kalah menarik dan menginspirasi, yaitu memaafkan dengan tulus, memahami kekuatan dalam meminta maaf, dan menemukan cara-cara yang efektif untuk melepaskan diri dari belenggu emosi negatif. Siapkan diri untuk mengarungi lautan pengetahuan dan pemahaman yang menakjubkan bersama-sama!

        Memaafkan dan permintaan maaf akan selalu menjadi kebutuhan dalam kehidupan manusia, hal ini dikarenakan manusia tidak akan pernah terlepas dari dosa dan kesalahan. Memaafkan adalah menerima apa yang sudah terjadi dan berusaha melupakan kejadian tersebut. Kita tak bisa mengelak dari apa yang sudah terjadi dan terlewati karena itu merupakan bagian dari kehidupan kita. Kesakitan yang menimpa diri kita merupakan takdir yang harus kita terima dengan ikhlas. Memaafkan juga adalah sebuah proses, dan dalam proses tersebut, kita berupaya untuk menerima emosi negatif terhadap peristiwa yang terjadi. Kemudian, kita memiliki keinginan untuk melepaskan seluruh emosi negatif tersebut. Pada akhirnya, proses ini akan mengantarkan kita pada perubahan emosi negatif menjadi rasa damai, dan lega. Ketika seseorang memberikan maaf, mereka tidak lagi dikuasai oleh emosi negatif terhadap orang atau situasi tertentu.

        Seringkali orang berpikir bahwa memaafkan jauh lebih mudah dilakukan daripada meminta maaf. Namun sebenarnya, memaafkan yang jauh lebih susah daripada meminta maaf. hal ini dikarenakan perbuatan yang menyakiti kita terbentuk menjadi emosi negatif sehingga kita merasa bahwa orang yang berbuat salah kepada kita tidak layak menerima maaf. Memaafkan juga sulit dilakukan seseorang, karena manusia cenderung mengandalkan pikiran dan emosinya, hal ini menimbulkan reaksi dalam diri untuk memprioritaskan diri sendiri di atas orang lain, sehingga ketika seseorang berbuat kesalahan, emosi dan ego dalam diri kita menolak dengan keras untuk memaafkan orang tersebut dan mengingat semua kesalahan-kesalahan yang diperbuat olehnya itu tidak layak untuk dimaafkan.

        Dalam memaafkan seseorang, ada banyak faktor yang mempengaruhi kita untuk memaafkan seseorang, sehingga sangat berat rasanya untuk memaafkan seseorang. Ada beberapa cara yang bisa kita terapkan untuk memaafkan seseorang: 

  1. Berkomitmen pada diri sendiri untuk memaafkan kesalahan seseorang terhadap kita; 
  2. Menerima bahwa setiap manusia pasti memiliki kesalahan; 
  3. Mengatasi pikiran kita dengan melepaskan emosi negatif yang kita miliki terhadap orang yang berbuat salah kepada kita; 
  4. Menerima apa yang sudah terjadi dan berusaha untuk melupakan kejadian. Kita tak bisa mengelak apa yang sudah terjadi dan terlewati karena itu sudah bagian dari takdir kehidupan. Kesakitan yang menimpa diri kita merupakan takdir yang harus kita terima dengan ikhlas; 
  5. Merenungkan dan menanyakan pada diri kita sendiri apa dampak dari kita memendam semua emosi negatif ini, apa untungnya bagi kita, dan apa kerugian yang kita dapatkan dari memendam emosi negatif ini. 

        Memendam emosi negatif tidaklah membuat kesalahan yang diperbuat terhadap kita menghilang, tidak akan membuat orang yang bersalah kepada kita menyesali tindakan nya. Memendam emosi negatif justru merugikan diri kita, menghilangkan damai dan sejahtera dalam hidup kita.

        Kita tahu bahwa tidak semua masa lalu bisa kita dilupakan, dan tidak semua kesalahan bisa kita maafkan. Ada kesalahan yang kita anggap tidak layak untuk dimaafkan, ada pula permintaan maaf yang tidak mau kita ucapkan karena kita merasa tidak bersalah. Namun ada baiknya jika kita bisa mulai menerima dengan lapang dada kejadian menyakitkan di masa lalu dan melepaskan semua emosi negatif dalam diri kita sehingga kita akan merasa lebih tenang, damai dan lega. Meminta maaf juga bukan berarti bahwa kita adalah pihak yang salah, tetapi untuk membuat diri kita terlepas dari emosi negatif dan kita bisa merasa lega serta damai.

        Memaafkan dan meminta maaf adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, karena tak satupun dari kita terlepas dari dosa dan kesalahan. Memaafkan bukanlah tugas yang mudah, tetapi merupakan proses penting untuk melepaskan emosi negatif yang membebani kita. Ketika kita memberikan maaf, kita juga membebaskan diri dari belenggu emosi negatif terhadap orang atau situasi tertentu.

        Tidaklah mudah untuk melupakan masa lalu atau memaafkan kesalahan yang sangat menyakitkan. Namun, dengan menerima kejadian yang telah terjadi dan melepaskan emosi negatif, kita dapat meraih ketenangan dan kedamaian dalam hidup. Meminta maaf juga bukan berarti kita mengakui kesalahan, tetapi merupakan langkah untuk meraih kedamaian dan kedamaian batin.

    GenRengers, kita telah membahas topik yang mendalam ini.Teruslah berjuang, teruslah berkembang, dan jangan ragu untuk mencari bantuan ketika diperlukan. Bersama-sama, kita bisa mengatasi tantangan dan menemukan kembali esensi diri yang mungkin telah terlupakan. Sampai jumpa di kesempatan berikutnya! Tetap semangat, GenRengers!